Oleh : Ust. Andriyanto Heri Waskito
( Dimuat dalam Bulletin Al Qudwah edisi : 05 / II Tahun 2008)
Masalah sering kita pahami sebagai sesuatu yang tidak mengenakkan kita, membuat kita menderita, tersiksa, merasa tidak nyaman secara lahir ataupun bathin. Dalam konteks relasi masalah dengan keimanan, Allah SWT menjelaskan :
“ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami Telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi ? “
Dari Ayat diatas, dapat kita pahami bahwa masalah adalah merupakan bagian dari kehidupan setiap manusia, apalagi orang – orang yang beriman. Setiap manusia yang menyatakan dirinya sebagai insan beriman, ia tidak akan lepas dari ujian Allah SWT. Bagaimana dengan seorang Da’i, Ustadz/ah, maupun Muballigh ? Jelas, Allah juga akan mengujinya dengan berbagai macam ujian, mulai dari masalah pribadi secara khusus, maupun dunia da’wah yang ia geluti dalam konteks secara umum. Dalam hal ini kita akan bicara tentang masalah dalam dunia pembelajaran Al Qur’an. Secara khusus kita akan bicara tentang masalah yang ada di dunia Taman Pendidikan Al Qur’an ( TPQ ).
Kita pahami bersama bahwa Al Qur’an bukan hanya sebagai ktab suci, namun juga merupakan mu’jizat terbesar yang diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Berpijak dari fakta inilah, maka menjadi kewajiban kita sebagai kaum muslimin untuk bisa mensyukuri nikmat Allah berupa Al Qur’an ini dengan senantiasa berinteraksi dengannya. Berinteraksi dengan Al Qur’an dimulai dengan belajar membaca, mengetahui maknanya, mengamalkan isinya, kemudian mengajarkannnya. Inilah tahapan yang harus dilakukan oleh setiap mukmin. Pertanyaannya bagaimana dengan kondisi yang ada saat ini ?
Dari sebuah data yang penulis baca, tahun 1978 – 1988 adalah masa bermasalah bagi perkembangan Da’wah Al Qur’an. Mengapa ? Dari data yang ada, dapat dikatakan bahwa interval tahun ini adalah menjadi masa kelesuan membaca Al Qur’an. Kalau waktu Maghrib umumnya bacaan Al Qur’an menggema dimana – mana, pada masa itu dapat dikatakan masa sunyi senyap. Menjadi masalah lagi ketika guru mengaji semakin berkurang – kalau tidak boleh dikatakan semakin langka – ditambah lagi dengan televisi yang sudah mulai merambah rumah – rumah. Sebagai akibatnya, anak – anak jarang yang mengaji di rumah.
Masa setelah itu adalah masa keemasan pembelajaran Al Qur’an. Dengan ditemukannya metode Iqra’ oleh Ustadz As’ad Humam dari Yogyakarta, sekaligus diresmikannya metode ini oleh pemerintah waktu itu sebagai metode yang berlaku secara nasional, gairah pembelajaran Al Qur’an mengalami peningkatan yang luar biasa. Sebagai buktinya, dimana – mana menjamur Taman Pendidikan Al Qur’an ( TPQ ). Kelesuan pembelajaran Al Qur’an pada tahun – tahun sebelumnya terdongkrak. Sebuah terobosan yang patut kita syukuri bersama.
Namun ternyata masalah lain kemudian muncul saat ini. Diantara masalah itu adalah Pertama, belum adanya standarisasi Ustadz TPQ. Sebagai akibatnya, kualitas pembelajaran Al Qur’an belum dapat dikatakan sepenuhnya baik. Kedua, model pengajaran Al Qur’an yang dilakukan oleh para Ustadz TPQ umumnya, kurang variatif dan tdak kreatif. Ketiga, SDM Ustadz/ah TPQ yang semakin langka. Keempat, pendidikan pasca TPQ yang belum banyak dipikirkan oleh pengelola TPQ. Kelima, organisasi Ustadz / ah yang ada belum dapat berfungsi secara optimal. Itulah diantara beberapa masalah pembelajaran Al Qur’an yang muncul saat ini dan perlu adanya langkah penyelesiann bersama. Bagaimana menurut anda ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar