REVITALISASI PERAN USTADZ / AH TPQ
DALAM UPAYA PEMBENTUKAN GENERASI QUR’ANI
Oleh : Ust. Andriyanto Heri Waskito
( Dimuat dalam Bulletin Al Qudwah edisi : 02/I Tahun 2007 )
Bicara tentang revitalisasi artinya kita bicara tentang pemaknaan kembali atas sebuah masalah. Revitalisasi dapat dimaknai pula sebagai sebuah langkah yang dilakukan untuk mementingkan kembali sebuah persoalan yang dianggap telah biasa berjalan tanpa perkembangan, diabaikan atau mungkin telah terlupakan. Bicara tentang revitalisasi artinya kita bicara tentang komitmen. Tahukah kita tentang komitmen ?
Sepemahaman saya ,komitmen dapat kita maknai secara sederhana sebagai sebuah kemauan keras membaja untuk berbuat sesuatu. Jadi, komitmen adalah merupakan kerja bathin. Meski demikian, ia tidak akan pernah berarti apa – apa tanpa kerja lahir. Ketika ia hanya ada dalam benak kita saja, itu artinya sama sekali tidak ada. Karena komitmen sebenarnya adalah pada action atau tindakan kita untuk merealisasikan apa yang menjadi tekad kita.
Bukan sebuah hal yang mudah untuk membangun sebuah komitmen, karena ia pada dasarnya menyatu dengan karakter diri kita. Ia tumbuh karena selalu kita pupuk, beremai karena senantiasa kita sirami, sehingga hidup dengan subur dalam diri kita. Itulah yang biasa orang menyebutnya dengan karakter. Ia tidak serta – merta muncul dengan tiba – tiba atau cukup dengan mantra bin salabim abracadabra kemudian ada. Laksana mendaki gunung, kita mesti mau berpayah – payah dan berkuah keringat untuk menuju ke puncak. Mungkin jalan menuju kesana adalah jalan yang berliku, penuh dengan batu – batu keras dengan tebing – tebing terjal dan jurang yang curam. Belum lagi hewan – hewan buas yang senantiasa siap menerkam. Begitu sulitnya untuk menuju kesana. Tapi, bagi mereka yang mempunya tekad yang kuat, ia akan terus mendakinya sampai ia berhasil menuju puncak. Barangkali seperti inilah gambaran perjuangan kita untuk membangun sebuah komitmen.
Menjadi seorang ustad / ah TPQ adalah sebuah kemuliaan. Mulia dalam pandangan manusia maupun dalam pandangan Allah SWT. Beruntunglah bagi mereka yang dipilih oleh Allah SWT untuk menjadi salah satu bagian pengusung gerbong kebangkitan Islam lewat pengajaran Al Qur’an di TPQ. Saya katakan beruntung, karena dengan ataupun tanpa kita yang terlibat di TPQ, TPQ akan tetap berjalan dengan orang – orang lain yang dikehendaki oleh Allah SWT sebagai bagiannya. Nah, beruntunglah bagi mereka yang dipilih oleh Allah SWT menjadi salah satu bagiannya. Beruntunglah mereka yang menjadi salah satu batu penyusun bangunannya. Beruntunglah bagi mereka yang turut serta membangun peradaban kehidupan, karena disinilah letak perbedaan manusia dengan binatang. Binatang tidak memiliki peradaban sehingga betapa rendah derajat binatang itu. Adapun manusia, dicipta oleh Allah Swt untuk membangun dan menegakkan peradaban yang mulia, karenanya Allah SWT menetapkan manusia sebagai pemakmur bumi ini. “ Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan pemakmurnya “ (QS 11:61).
Bicara tentang revitalisasi peran Ustadz – ustadzah TPQ dalam upaya pembentukan generasi Qur’ani, artinya kita bicara tentang sebuah usaha untuk membentuk sebuah peradaban. Peradaban dimaksud adalah peradaban Qur’ani. Peradaban anak manusia yang senantiasa bersentuhan dengan nilai – nilai Qur’ani. Dengan kata lain, kehidupannya selalu dipandu oleh Al Qur’an, karena ia selalu berusaha mengikuti panduannya.
Untuk bisa membangun generasi Qur’ani ini, ada lima pondasi yang harus diwujudkan dan selalu kita perjuangkan bersama, yaitu: Pertama, aplikasi nilai-nilai Al Qur’an yang datang dari Allah SWT , Kedua, menjadikan akal kita selalu berpikir dan merenungkan segala kandungan Al Qur’an. Ketiga, mencari harta dengan petunjuk Al Qur’an. Keempat, menjaga dan melestarikan akhlak Al Qur’an. Dan Kelima, menjadikan keturunan atau nasab kita sebagai generasi yang senantiasa berinteraksi dengan Al Qur’an.
Membangun generasi Qur’ani artinya membangun peradaban manusia yang senatiasa berinteraksi dengan Al Qur’an, membangun kehidupan yang geraknya berpedoman Al Qur’an. Inilah kehidupan yang berbeda dengan kehidupan makhluk Allah SWT yang lain, misalnya binatang. Oleh karenanya, manakala manusia tidak mampu membangun peradaban sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an, maka martabat manusia akan menjadi lebih rendah dari binatang. Hal ini karena manusia bukan hanya memiliki potensi fisik yang sempuna dibanding binatang, juga manusia punya potensi berpikir dan mendapat bimbingan berupa wahyu dari Allah SWT yang diturunkan kepada para Nabi. Dalam kaitan kemungkinan manusia menjadi lebih rendah atau lebih sesat dari binatang, bahkan binatang ternak dikemukakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya yang artinya: Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai (QS 7:179).
Menjadi jelas bagi kita, bahwa kemuliaan manusia sangat tergantung pada, apakah ia bisa menjalankan tugas dan perannya dengan baik atau tidak, bila tidak, maka kemuliaannya sebagai manusia akan jatuh ke derajat yang serendah-rendah dan ia akan kembali kepada Allah dengan kehinaan yang sangat memalukan dan di akhirat, ia menjadi hamba Allah yang mengalami kerugiaan yang tidak terbayangkan.
Merevitalisasi peran ustadz/ah TPQ dalam upaya pembentukan generasi Qur’ani, artinya kita merevitalisasi pemaknaan kita atas upaya pembentukan sebuah peradaban. Dari mana proses ini kita mulai ? Jawabannya dari komitmen yang kita bangun. Kita harus membangun sebuah komitmen kuat, bahwa setiap kita adalah seorang da’i dan kewajiban kita untuk berda’wah adalah diatas segalanya. Jadi, ketika ada sebuah pertanyaan apa profesi kita ? Profesi kita adalah Ustadz/ah TPQ. Sampingan kita mungkin bisa sebagai pengusaha, PNS, karyawan atau yang lainnya. Inilah pemaknaan mendalam kita tentang hakekat berda’wah yang merupakan kewajiban kita. Dalam konteks ini adalah berda’wah dilingkungan anak – anak melalui sebuah media bernama TPQ. Oleh karena itu, marilah kita mulai memperbaharui kembali komitmen kita yang mungkin mulai pudar atau menumbuhkannnya lagi andaikan ia telah tiada dalam diri kita. Komitmen bahwa mengajar TPQ adalah kewajiban kita semua. Komitmen bahwa menjadi Ustadz / ah TPQ adalah salah satu tugas kita sebagai hamba.